Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jabatan Direktur Rumah Sakit, Sah Milik Dokter Saja

Medianers ~ Sejak tahun 2009 jabatan direktur rumah sakit, sah untuk dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi saja atau dikelompokkan dalam tenaga medis. Sedangkan tenaga kesehatan lainnya tidak memiliki kesempatan, meski memiliki kemampuan, karena berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Pada pasal 34, ayat 1 berbunyi, “Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian dibidang perumahsakitan.”

Meski jabatan direktur rumah sakit hanya diperkenankan untuk kalangan medis saja, namun masih banyak kepala daerah yang mengamanatkan jabatan direktur atau pimpinan Rumah Sakit pada tenaga kesehatan selain dokter atau non medis. Seakan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit nan 'ajaib' itu dianggap tidak penting.

Seperti di RSUD Rasyidin, Padang dan RSUD Muara Labuah, Solok Selatan misalnya, pernah dipimpin oleh Perawat yang telah memiliki ilmu manajemen kesehatan. Namun jabatan tersebut tidak berlangsung lama.

Kesahihan hanya dokter dan tenaga medis saja yang berhak pemimpin Rumah Sakit di Indonesia diperkuat pula oleh Surat Edaran Komisi Akreditasi Rumah Sakit Nomor: 864/SE/KARS/VIII/2017 tentang persyaratan mutlak kelulusan Akreditasi Rumah Sakit, tepatnya pada poin 1, yang menyatakan bahwa, "Rumah sakit dipimpin oleh tenaga medis (dokter/dokter gigi)." 

Terkait : Syarat Mutlak Rumah Sakit Lulus Akreditasi, Poin 1 Direktur Wajib Dokter dan Dokter Gigi

Jadi, langkok ganok. Tidak ada lagi celah bagi tenaga kesehatan lainnya berkarir di Rumah Sakit agar menjadi top leader , bukan karena tidak memiliki kemampuan dalam memimpin atau karena tidak memiliki seni berorganisasi, tapi karena aturan dinegara Indonesia tercinta ini.

Bulan ini, tepatnya tanggal 16 November 2017,Ibnu Azis,SKM selaku pimpinan, secara resmi mengajukan pengunduran diri, dari jabatan Direktur RSUD Aceh Tamiang, karena Rumah Sakit yang beliau pimpin akan menghadapi akreditasi.

Dalam pengakuannya pada aceh.tribunnews.com,"pengunduran diri dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan akreditasi rumah sakit yang mempersyaratkan direktur harus seorang tenaga medis atau dokter. Dan jika hal ini tidak dilakukan, maka tim KARS tidak mau turun ke Aceh Tamiang untuk mengakreditasi RSUD tersebut," ungkapnya.

Tersirat jelas, bahwa pengunduran Ibnu Azis karena beliau bukan dokter, tapi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) jadi tidak ada tempat baginya menjabat sebagai direktur Rumah Sakit. Dan, pengunduran diri tersebut kemungkinan akan ada Ibnu Azis lainnya dari Rumah Sakit lain di Indonesia.(AW)