Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Panggilan Perawat, Ners Atau Suster Atau Apa Sebaiknya?

Medianers ~ Di Indonesia,belum terbiasanya Perawat dipanggil dengan gelar profesinya. Baik oleh masyarakat, oleh sejawatnya, maupun dari insan kesehatan, karena belum serangamnya julukan atau panggilan yang tepat untuk profesi Perawat. 

Kecendrungan, Perawat dipanggil namanya saja atau kalau Perawat senior akan dipanggil Pak atau Ibuk. Bahkan, didaerah tertentu Perawat dipanggil sebagai mantri dan bruder (laki-laki) dan suster untuk Perawat perempuan.

Padahal, Perawat merupakan suatu profesi, pengakuan tersebut dikukuhkan saat Lokakarya Nasional di Jakarta Januari 1983 dan secara konstitusi diakui pula dengan lahirnya Undang-Undang Keperawatan Nomor 38 Tahun 2014. Jadi tidak ada yang bisa membantah bahwa Perawat adalah profesi.

Pada Bab IV Undang-Undang Keperawatan Nomor 38 Tahun 2014 tentang  STR (Surat Tanda Registrasi) menjelaskan Perawat adalah profesi yakni memiliki ijazah pendidikan tinggi Keperawatan. Memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi.Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi. Membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Ciri-ciri profesi adalah memiliki latar belakang pendidikan dan keahlian yang unik dan spesifik, serta memiliki sumpah profesi dan pengabdian pada masyarakat. Yang namanya profesi wajib dihargai, sebagai contoh profesi dokter. Dokter akan dipanggil dokter sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan, ada juga ahli agama misalnya, akan dipanggil Ustad (islam) atau Pendeta ( kristen). Termasuk ahli hukum disebut pengacara.

Dalam Undang-Undang Keperawatan Nomor 38 Tahun 2014 Perawat terbagi dua, diantaranya Perawat Vokasional dan Perawat Profesional. Hal ini menjadi dilema, yang dimaksud Perawat Vokasional adalah Perawat tamatan Diploma 3 Keperawatan ( Akper) dan yang dimaksud Perawat Profesional yaitu Sarjana Keperawatan + pendidikan profesi Ners atau lanjut lagi spesialis di bidang Keperawatan.
Bagi lulusan pendidikan profesi Ners, mereka sepakat dipanggil sebagai Ners, hal itu diakui pula secara akademik oleh universitas tempat penyelenggara pendidikan tinggi Keperawatan. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Ns.Yeni Ariani,M.Kep saat diskusi daring di Forum Perawat Peduli Indonesia.

Ia menuliskan, "Mari biasakan dengan panggilan Ners. Saya salut dengan teman-teman Ners di Makassar,  baik senior dan junior selalu memanggil Ners." Dan, Ns.Yeni Ariani,M.Kep  menambahkan,  " Karena semua teman saya di Makassar lulusan S1, yang lulusan D3 Keperawatan nggak tau ya, apa dipanggil Ners juga di Makassar." Jelasnya.

Maknanya, belum ada kepastian keseragaman panggilan Ners untuk Perawat. Padahal dalam grup diskusi tersebut, Makassar digadang-gadang sebagai daerah yang telah memulai menerapkan selalu memanggil Ners pada sesama Perawat, tapi belum universal ( menyeluruh) baik lulusan D3 Keperawatan maupun Sarjana Keperawatan.

Senada dengan pendapat  di atas diungkapkan oleh "urang awak" yang berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar, saat ini ia calon Doktoral ilmu Keperawatan dari Universitas Indonesia, bergelar Ns.Budi Mulyadi, Sp.Kom.

Ia menyatakan, "Tanggapan saya tentang panggilan Ners. Benar harus dibiasakan. Bagi teman-teman yang telah lulus Ners. Karena gelar profesi adalah panggilan. Saya senang dan bangga teman-teman di Sulawesi Selatan sudah lama memulainya. Bagi teman teman perawat yg tidak lulus Ners tidak berhak di panggil Ners."

Ketika penulis lanjutkan pertanyaan, seperti ini: "Pendalaman pak Budi, maksudnya tamatan D3 Keperawatan  tidak berhak dipanggil Ners ya? Lalu apa sebaiknya panggilan untuk Perawat tamatan D 3?"

Ns.Budi Mulyadi, Sp.Kom (Spesialis Keperawatan Komunitas) memaparkan bahwa, "Ya. Karena itulah sebagai penghargaan Perawat yang lulus profesi dan lulus Uji Kompetensi. Ini berlaku untuk semua pendidikan profesi di Indonesia. Di Sulawesi Selatan yang dipanggil Ners hanya mereka yang lulus Ners. Yang tidak Ners dipanggil nama atau suster/ Perawat. Papar Budi.

Namun, pendapat berbeda diutarakan oleh Ns.Imelda Yanti Darius, Sp.Kep,An ( Spesialis Keperawatan Anak) yang juga praktisi hipnotherapy, saat ini bertugas di RSUP Fatmawati, Jakarta, ia menyampaikan pandangan bahwa, " Menurut hemat saya mau lulusan apapun. Panggilannya tetap Ners."

Ns.Imelda menambahkan, "Ners disini adalah  sapaan. Bukan gelar akademik. Kami di IPANI (Ikatan Perawat Anak Indonesia) sudah mulai membudayakan panggilan ini Di RSCM. Apapun pendidikannya. Selama dia adalah Perawat, Panggilannya Ners." Tegas praktisi yang aktif dan responsif di grup WA Perawat Peduli Indonesia ini, ia juga senang dipanggil "Uni" karena berdarah Sumatera Barat dan pasif berbahasa Minang.

Pendapat Uni Imelda seiring sejalan dengan pendapat Ns.Irfan yang saat ini bekerja di Puskesmas Watampone, Kota Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, dan ia sedang menyelesaikan pendidikan Magister Biomedik, konsentrasi Kegawatdaruratan dan Manajemen bencana di Universitas Hasanuddin, (Unhas) pendapatnya ia sampaikan bukan di Forum tapi melalui chat langsung yang telah disetujui untuk dipublikasikan bahwa, " Saya setuju apabila semua Perawat dari level pendidikan mana saja disapa dengan Ners. Karena itu sapaan bukan Ners dalam artian titel akademik. Perawat perlu mencitrakan dirinya." Ungkap Ns.Irfan.

Ia pun menambahkan, " Sebutan Ners sebaiknya disosialisasikan sebanyak banyaknya, kalau sudah terbiasa perlu dilegitimasi dengan keputusan/konsensus. Boleh dari PPNI ( Persatuan Perawat Nasional Indonesia). Terang, Ns.Irfan.

Terkait panggilan universal Perawat ini, penulis juga meminta pendapat Prof. Achir Yani S. Hamid, MN, DN.Sc. selaku penasehat PPNI, ia tercatat pernah 2 priode sebagai ketua umum PPNI dan saat ini guru besar di Universitas Indonesia, termasuk pendapat Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp., M.App.Sc selaku guru besar Keperawatan jiwa di Universitas Indonesia. Biasanya kedua Professor tersebut sangat aktif berdiskusi dan menyampaikan pandangannya terkait permasalahan Keperawatan di Indonesia melalui Forum WA Perawat Peduli Indonesia.

Hingga artikel ini dipublikasikan, penulis belum mendapat tanggapan, kemungkinan mereka sedang offline, dan penulis juga tidak punya akses meminta keterangan pada Ketua Umum PPNI saat ini, Harif Fadhillah, SKp., SH. atau pada pengurus PPNI pusat, terkait bagaimana tanggapan mengenai panggilan universal yang tepat bagi Perawat?

Dan, sesungguhnya penghargaan itu dimulai dari dalam (internal) profesi Perawat sendiri. Manakala Perawat telah memiliki satu kesamaan dalam panggilan, maka orang lain dan profesi lain, termasuk masyarakat akan mengikuti sebagaimana apa yang sering Perawat panggilkan kepada teman sejawatnya. Lantas bagaimana menurut anda, sebaiknya Perawat dipanggil apa? (AntonWijaya)