Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Di Indonesia Perawat Honorer Bernasib Naas

Medianers ~ Dewasa ini profesi Perawat semakin terasa dikucilkan oleh pengambil kebijakan, terutama Perawat honorer yang berkerja di instansi pemerintah. Rasa dikucilkan tersebut muncul ketika tenaga Pegawai Tidak Tetap (PTT) Bidan, Dokter Umum dan Dokter Gigi yang mengabdi dipelayanan kesehatan sebanyak 39 ribu lebih diangkat jadi CPNS oleh pemerintah (Kemenpan dan Kemenkes) yang rencana SK CPNS mereka terbit terhitung bulan depan, tanggal 1 Maret 2017.

Sebanyak 894 orang Perawat honorer yang bekerja di Puskesmas dan Rumah sakit yang tersebar di 9 kecamatan hanya digaji Rp.200.000 perbulan di Kabupaten Sinjai, Sulsel. Data koran lokal, berita terbit tanggal, (20/2/2017)


Sangat disayangkan, kok hanya Dokter dan Bidan saja yang mendapat perlakuan istimewa? Sementara Perawat juga bagian dari tenaga kesehatan yang mengabdi di setiap pelosok negri sebagaimana Bidan dan Dokter PTT.

Jangan tanya lama masa kerja, dan jangan tanya pula loyalitas Perawat terhadap negri ini. Banyak dari mereka yang hanya digaji mulai dari angka 200 ribu hingga 500 ribuan saja. Bahkan ada yang hanya mengharap belas kasihan pimpinan Puskesmas dan Rumah sakit berupa jasa pelayanan.

Penulis sangat terenyuh melihat keluhan Perawat honorer yang mengabdi di negri ini, demi bisa merawat bangsa mereka rela digaji rendah, sepulang dari kerja di pelayanan kesehatan, mereka banting tulang diluar pekerjaan profesionalnya untuk mencari tambahan, ada yang berkebun dan ada pula yang bekerja serabutan. 

Jelas tidak akan meninggalkan profesi sebagai Perawat, namun uuntuk bertahan tanpa sumber pemasukan lain, sama saja "bunuh diri."
"Saya adalah petani, yang kebetulan berpendidikan Ners.Di Puskesmas saya merawat pasien. Di rumah pun saya merawat. Yaitu merawat tanaman cabe," ungkap Danang, salah seorang Perawat di Puskesmas.

Sebetulnya Perawat di negri tercinta ini, tidak meminta dimanjakan atau dianak emaskan, tapi hanya meminta sesuatu hal yang normal, tidak macam-macam. Bila pengambil kebijakan di negri ini tidak bisa memberi gaji yang layak, mengapa mereka dipekerjakan dilayanan kesehatan? Terkesan seakan tidak butuh Perawat, tapi masih saja menggunakan sebagai ujung tombak pelayanan.

Bila mau membuka mata lebar-lebar semua aturan sudah ada, baik UMR maupun UMP, tapi kok masih ada Perawat digaji dibawah gaji "babu" atau kuli. Menjadi seorang Perawat bukanlah perkara mudah, banyak jenjang pendidikan yang harus dilalui. Bila anda berkata, " Mengapa mau jadi perawat?" Itu bukanlah alasan yang bijaksana. "Coba anda jawab, tanpa Perawat apakah layanan kesehatan bisa optimal?"

Penulis tidak sedang dalam emosi, tapi sedang melakukan protes keras, tapi tidak tau dialamatkan kemana. Saban hari penulis menyaksikan teman-teman Perawat dengan suka-dukanya bekerja mengarungi lembah, menaiki bukit bagaikan Ninja Hatori, tapi siapa yang peduli?

Di Nusa Tenggara Barat Sana, masih dalam wilayah NKRI, seorang Perawat yang sengaja tidak penulis beri tau namanya, ia menuliskan, "Maaf ini bukan pencitraan atau bla bla bla, Teman sejawat. ini lah kerjaan kami, harus menempuh puluhan kilo meter di bawah terik matahari, harus bergelut dgn jalanan yg berlumpur, harus menyebrang sungai. tp itu tdk menyurutkan hati kami. karna kami PEDULI, karna kami BAHAGIA melihat mereka (bumil, balita, batita ) sehat wal afiat. Walau gaji tak seberapa. Cukup senyum mereka membayarkan Upah lelah kami... Salam SUPER Dari perawat PUSKESMAS BATU JANGKIH, LOMBOK - NTB."

Yah, mereka bahagia, mereka peduli, mereka tidak menuntut pemerintah dengan cara turun ke jalan lakukan aksi demonstrasi sebagaimana Buruh, dan Guru, atau Bidan yang akan diangkat jadi CPNS maret tahun ini. Tapi, mereka hanya butuh perhatian dari pengambil kebijakan negri ini.

Bila memang pelayanan kesehatan sebagai salah satu indikator negara maju, menekan angka mortalitas kematian ibu dan bayi, serta morbiditas angka kesakitan, kecacatan dan menekan penyebaran penyakit menular serta meningkatkan status gizi masyarakat, maka petugasnya lah, yang harus dulu diperhatikan pemerintah. Bagaimana pula mereka bisa mengedukasi masyarakat tentang gizi, sementara gizi mereka saja belum cukup?

Ada segelintir ancaman, sejak dahulu kala dari beberapa orang Perawat honorer untuk melakukan aksi mogok kerja bila nasib mereka tidak diperhatikan, tapi hingga kini belum mereka lakukan, karena mereka punya hati, bahwa masyarakat pedalaman dan pasien yang terkapar di rawat inap membutuhkan 'sentuhan' Perawat. Bahkan, mereka masih sabar saat Perawat honorer dibentak dan divideokan di depan umum.
Satu persatu bermunculan ketidak berpihakan pada profesi Perawat di negri ini, bahkan organisasi perawat yang diharapkan sebagai wadah 'penyambung lidah' pun tidak bisa berbuat banyak memperjuangkan kesejahteraan. Bila orang lain butuh sejahtera, berarti Perawat honorer juga, sama halnya seperti anda. Semua orang butuh pekerjaan, dan semua orang butuh hidup yang layak, tanpa kecuali. Inilah Perawat honorer Indonesia, bernasib naas, segudang kesuka-relaan.(AntonWijaya)