Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsep Komunikasi Efektif Diruangan Rawat Inap

Medianers ~ Pada saat pasien sudah masuk rawat inap, umumnya pasien sangat ingin mengetahui seluk-beluk penyakitnya. Sementara pasien dengan penyakit kronis dapat menunjukkan reaksi yang berbeda-beda seperti apatis, agresif atau menarik diri.

Hal ini disebabkan penyakit kronis umumnya memberikan pengaruh fisik dan kejiwaan serta dampak sosial kepada penderitanya. Pasien seperti ini, kesabaran dari petugas rumah sakit sangat diharapkan, khususnya dalam pelaksanaan komunikasi efektif.

Beberapa cara komunikasi efektif dapat dilakukan melalui konseling sebagai berikut :

1. Konseling di Tempat Tidur

Konseling di tempat tidur (bedside conseling) dilakukan terhadap pasien rawat inap yang belum dapat atau masih sulit meninggalkan tempat tidurnya dan harus terus berbaring. Dalam hal ini, perawat yang menjadi konselor harus mendatangi setiap pasien, duduk di samping tempat tidur pasien tersebut dan melakukan pelayanan konseling.

Hendaknya, dalam melakukan konseling di tempat tidur, konselor membawa alat peraga dan bila memungkinkan dapat membawa VCD/DVD yang berisi informasi tentang penyakit pasien tersebut.

2. Konseling Berkelompok

Pasien yang dapat meninggalkan tempat tidurnya, dapat dilakukan konseling secara berkelompok. Untuk itu, di ruang perawatan harus disediakan suatu tempat atau ruangan untuk berkumpul. Konseling berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta mengubah sikap dan perilaku pasien, juga sebagai sarana komunikasi yang berfungsi sebagai sosialisasi kepada pasien.

Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau media komunikasi seperti flipchart, poster, standing banner, laptop dan LCD untuk menayangkan gambar atau film. Pertanyaanya, sudahkah rumah sakit menyediakan fasilitas ini? Jika belum ini dulu dibenahi.

Lingkungan yang berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap adalah para penjenguk (pembesuk)

Agar para penjenguk tertib, dapat disediakan ruang tunggu yang dilengkapi dengan poster dan leaflet tentang pendidikan kesehatan secara gratis atau televisi yang menayangakan berbagai pesan kesehatan dari VCD/DVD player, sehingga diharapkan para penjenguk memperoleh informasi yang nantinya dapat disampaikan kepada pasien yang akan dibesuknya.

Komunikasi efektif saat memberikan edukasi terkait kondisi kesehatan pasien dan prosesnya?

Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien dan keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM) tentang:

  • Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
  • Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
  • Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan marah) 
  • Keterbatasan fisik dan kognitif.
  • Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap asesmen pasien, bila di temukan :
  • Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses komunikasinya mudah disampaikan.
  • Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung lainnya) dan menjelaskannya kepada mereka.
  • Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.
Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang diberikan:
  • Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali eduksi yang telah diberikan. Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”
  • Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?” 
  • Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

Setiap petugas kesehatan memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.

Contoh formulir pemberian edukasi

Sekian, Konsep Komunikasi Efektif Diruangan Rawat Inap yang dapat medianers share, yang dihimpun dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat, jika merasa butuh formulir pemberian edukasi dan informasi silahkan di copy paste.Baca juga Contoh Form Penolakan Resusitasi (DNR) Di Rumah Sakit.(AW)