Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sutan Selaku Perawat, Ternyata Berani Menolak Upah Murah

Medianers ~ Pagi nan cerah itu, secerah hati Sutan saat mengenakan baju kebanggaannya, yakni baju putih dan celana juga warna putih. Orang kampung memanggilnya jika melihat ia mengenakan seragam itu, sebagai Mantri. Sedangkan Indonesianya, ia disebut Perawat.

Wajar saja hari ini hati Sutan terasa cerah, sebab hari pertama ia mulai diterima bekerja di Klinik, di Kota Pariaman. Empat (4) bulan menganggur, hidup terasa pahit, berjibaku mencari pekerjaan di Kota Pekan Baru, Riau. Bahkan, ia nyaris akan berjualan ikan. Karena, tidak kunjung dapat pekerjaan. Hari ini sudah ia lupakan, ia siap berangkat bekerja dengan motor roda dua pinjaman pamannya.

Di Klinik, ia bertemu teman satu angkatannya semasa kuliah di Akademi Keperawatan (AKPER), namanya Sati. Si Sati sudah 1 bulan bekerja di Klinik tersebut. Saat bertemu, ia pun langsung bercengkrama mengingat masa-masa kuliah dulu. Sati nan periang itu, menanyakan pada Sutan bahwa sudah ada kabar tentang pelatihan Perawat mahir kamar bedah, yang akan mereka ikuti di salah satu Rumah sakit pendidikan di Padang.

"Saya belum dapat kabar Sati. Apakah kita diterima atau tidak untuk mengikuti pelatihan tersebut," jawab Sutan.

Satu bulan sudah dilalui Sutan di Klinik, ia pun sungguh gembira saat menerima gaji pertama sebanyak 675.000 rupiah. Gaji yang ia terima, sungguh diluar dugaan. Sebab, saat mulai bekerja ia hanya ditawari dengan gaji pokok 350 ribu rupiah. Ternyata, pihak klinik menghitung jasa Perawat dalam melakukan tindakan. Jasa pelayanan yang di dapatkan Sutan selama 1 bulan bekerja sebanyak 325 ribu rupiah. Ia mendapatkan hampir sebesar gaji pokok.

Memasuki bulan kedua, Sutan dapat panggilan dari bagian Diklat Rumah Sakit, dimana ia dan Sati akan mengikuti pelatihan Perawat mahir kamar bedah. Mendapat kabar demikian, Sutan dan Sati bergegas ke Padang untuk mengkonfirmasi serta registrasi mengikuti pelatihan selama kurang lebih 3 bulan.

Sementara Sutan, juga Sati, di klinik statusnya baru sebatas training belum terikat kontrak. Jadi, mereka berdua bisa saja resign meninggalkan pekerjaannya di klinik. Namun, ia masih ingin bernegosiasi dengan pihak manajemen, memberi tahukan ke ikut sertaan mereka mengikuti pelatihan, tanpa menginginkan resign, tapi diberi kelonggaran, serta siap menjalani kontrak dengan catatan biaya pelatihan di tanggung oleh pihak klinik dan setelah pulang dari pelatihan mereka meminta ditempatkan dinas di kamar operasi, serta Sutan dan Sati meminta gaji mereka dinaikan.

Mendengar sikap demikian, direktur yayasan serta pengurus klinik lainnya ketawa dan meremehkan permintaan Sutan dan Sati. Sutan pun mengingatkan, bahwa klinik sedang mengembangkan fasilitas menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak, jelas nanti akan membutuhkan Perawat mahir Kamar Operasi.

"Selepas kami selesai mengikuti pelatihan, akan berguna bagi klinik ini," jelasnya.

Namun, pihak klinik tidak menghiraukan, mempersilahkan mereka berdua berhenti bekerja, karena masih banyak Perawat nganggur lainnya yang siap menggantikan posisi Sutan dan Sati.

Sutan dan Sati pun angkat kaki dari Kota Pariaman. Mereka berdua menjalani pelatihan di Instalasi Bedah Sentral, di Rumah Sakit terbesar dan terlengkap di Sumatera Barat. Sekitar 2 bulan menjalani pelatihan, Sutan dan Sati ditawari oleh Perawat senior sekaligus instruktur pelatihan untuk bekerja di Rumah Sakit swasta khusus bedah di Kota Padang.

Sati menerima tawaran tersebut, ia bekerja sambil mengikuti pelatihan, sedangkan Sutan menolak tawaran, ia memilih mengikuti pelatihan Bahasa Inggris khusus untuk Perawat ( English For Nursing) yang diselenggarakan secara gratis oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat di Universitas Negeri Padang.

Sutan mengikuti 2 pelatihan sekaligus, pelatihan English For Nursing selama dua bulan dan pelatihan Perawat mahir kamar operasi masih bersisa 1 bulan lagi. Sedangkan Sati, juga sibuk bekerja sambil menjalani pelatihan.

Mereka berdua tidak takut kehilangan pekerjaan di klinik, mereka juga berani menolak upah murah dengan cara meninggalkan pekerjaan yang lama. Serta terus meningkatkan kapasitas agar nilai tawar semakin baik di dunia kerja. Masa itu, tamatan AKPER sudah mulai menjamur, seperti saat ini (2016) yang mana banyak sekali pengangguran tamatan sekolah Perawat.

Sempat terpikir, apa sesungguhnya motivasi Sutan atau pun Sati. Orang-orang setelah tamat mencari pekerjaan susah payah. Hal demikian pernah dirasakan pula oleh Sutan. Nah, ketika ia sudah mendapat pekerjaan, kenapa ia resign, bahkan masih saja berambisi mengikuti pendidikan dan pelatihan yang hanya buang-buang uang dan waktu. Sebetulnya apa motivasi Sutan?(AntonWijaya/bersambung ke Sutan Mengikuti Pelatihan English for Nursing)