Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Mahasiswa Akademi Perawat Tidak Aktif Berorganisasi? Ini Penyebabnya

Medianers ~ Semester satu dan dua telah kulewati dengan baik. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang didapat selama Tingkat 1 lumayan bagus, di atas angka 3 (tiga). Aku tidak pernah "Her," istilah yang digunakan apa bila mahasiswa gagal dalam ujian. Dan, diberi 1 kali kesempatan mengulang ujian susulan oleh pihak kampus. Jika masih gagal, maka mahasiswa wajib mengikuti ujian semester pendek. Tentunya akan mengeluarkan biaya tambahan.

Aku telah berkomitmen, sejak melihat uang masuk kuliah dan biaya lain-lainnya yang dikeluarkan Uda untuk keperluan kuliahku. Aku sadar, uang itu tidak mudah ia dapatkan. Janjiku adalah, tidak akan pernah "her" selama menimba ilmu di Akademi Keperawatan dan berusaha mendapatkan nilai IPK di atas 3. Demikianlah janji suciku dalam hati.

Pagi buta, langit kota Pariaman masih kabur, jarak pandang sekitar 5 meter. Seperti biasa, Pak Mus menggedor pintu kamarku. Tok.tok.tok.."Udah pukul 05.30 wib. Bangun! " Serunya. Inilah kebiasaan burukku, jika tidak di gedor, selalu bangun kesiangan. Aku menyambut, " Iya pak." Aku langsung cuci muka, bergegas keluar dari kamar.

Jika kulihat si Budi telah memegang sapu, dan Ari, adik sepupuku pegang sapu halaman, maka aku akan mencari dimana kain pel bersembunyi? Inilah kebiasaan kami saban pagi di Rumah pak Mus, yang terkenal sangat disiplin dan selalu memperhatikan kebersihan lingkungan, termasuk kerapian diri. Ia sering mengkritik, jika aku tidak memasukan baju ke dalam celana, serta tidak pakai ikat pinggang ketika akan berangkat kuliah.

Luar dan dalam rumah telah kami bersihkan. Si Budi anak yang rajin, taat beribadah tiap subuh ke Masjid, tidak aku dan Ari. Sering molor. Budi masih duduk di bangku kelas 2 Madrasah Aliyah Negri ( MAN), sering juara MTQ antar sekolah di Kota Pariaman. Budi merupakan, anak dari sepupu laki-laki pak Mus. Sedangkan Ari, anak sulungnya.

Sebelum mandi, kami sarapan pagi bersama, yang tidak pernah ketinggalan menunya adalah Sala Lauak Uni Nur. Terkenal  gurih dan garing. Yah, sekitar pukul 06.10 wib kami sudah selesai sarapan. Mula aku tinggal di Rumah Pak Mus, aku sering tidak ikut makan, karena tidak terbiasa, tapi ini adalah tradisi yang wajib di patuhi oleh anak-anaknya, termasuk aku. Alasannya sederhana, "jika perut sudah kenyang, jajan pun kurang di kampus." Akhirnya, aku jadi terbiasa. Biasanya jadwal bersih-bersih dan sarapan pagi ini akan molor, apabila Pak Mus tidak sedang berada di rumah, semuanya sedikit bebas.

Selesai sarapan,gosok gigi dan mandi, bersiap mengantar Etek, istri Pak Mus ke Sekolah. Ia mengajar di Sekolah Dasar. Tiap pagi, aku wajib mengantarnya, kurang pukul 07.00 wib, ia sudah sampai ku antarkan. Jarak rumah dari sekolah Etek sekitar 1 km. Dan, jarak sekolah Etek dengan kampusku sekitar 200 meter.

Setelah tugas mengantar dengan Vespa Butut selesai, aku pun berangkat ke kampus. Di kampus, pukul 07.00 wib masih sepi.

Di sinilah berawal kebiasaan dan menjadi ketagihan mengunjungi Pustaka kampus. Dari pada bingung sendirian, satu-satunya tempat yang layak dikunjungi adalah Pustaka. Ke kantin, perutku kenyang. Sebab, yang cepat di buka di Akper tempatku kuliah adalah pustaka. Penjaga pustaka terbilang rajin dan cepat datang.

Nyaris tiap pagi aku menghabiskan waktu sekitar 30-60 menit di Pustaka. Aku suka membaca buku yang berhubungan dengan Konsep Keperawatan dan Anatomi Fisiologi manusia. Serta berusaha mencari buku bacaan yang berhubungan dengan mata kuliah yang akan ku pelajari pagi ini ( di lihat dari silabus ).

Suara gaduh di luar mengganggu konsentrasi, aku akhiri membaca dan bergegas masuk kelas. Kebiasaanku ini, banyak dari teman satu angkatan yang tidak mengetahui. Yang mereka ketahui hanya, aku seorang yang kritis, suka berdebat saat diskusi, baik dengan dosen maupun dengan sesama mahasiswa.

Di dalam kelas tersiar kabar, bahwa ketua dan pengurus Ikatan Keluarga Mahasiswa akan di ganti, mengingat 1 tahun masa kepengurusan akan berakhir. Sambil menunggu dosen masuk kelas, aku menikmati desiran suara ombak di belakang kelas. Tepatnya di kursi bawah pohon Aru. Aku duduk memandang indahnya deburan air pantai. Sepoinya angin membuatku betah duduk di sini, sambil menunggu dosen datang. Yah, kampusku berada di tepi laut, kampus yang menyenangkan.

Seketika kak Azri menghampiri, ia to the point, memintaku maju dalam pemilihan ketua IKM yang akan di helat bulan depan. Mendengar pintanya, aku kaget." Tidak mungkin kak." Ucapku. Kak Azri terus memotivasi dengan membawa isu kedaerahan. Menurutnya,  sebagai putra Pariaman aku layak  di calonkan jadi ketua IKM di Akper Pemkab Padang Pariaman priode 2003-2004. Selain itu, kak Azri beralasan salah satu syarat calon ketua IKM memiliki IPK 3.5 ke atas, dan aku memiliki syarat itu. Sebagai senior Tingkat 3 yang jago karate, aku sangat menghormatinya. Sarannya aku pertimbangkan dengan matang. Janjiku saat itu.

Isu ini pun tersiar pada teman angkatanku yang laki-kaki, sebanyak 3 orang. Mereka menanyai, " Apakah kamu ikut bakal calon ketua IKM? Tanya mereka. " Tidak." Jawabku. " Kamu Sumpah?" Ulas mereka. "Iya aku sumpah." Jawabku. Entah, aku bingung. Aku tidak berniat dan berminat jadi Ketua IKM. Pertanyaan mereka ku jawab asal-asalan. Heran, kenapa mereka ngotot menanyaku.

Namun, permintaan kak Azri jadi renungan bagiku. Aku takut dan khawatir, jika aku ikut bakal calon ketua IKM dan terpilih misalnya, Apa yang akan kulakukan nanti? Dan, pastinya aku sibuk mengurus organisasi, dan proses belajar di kelas pasti akan terganggu. Aku ceritakan pada pak Mus, ia pun sangat setuju agar aku tak bersedia mencalonkan/dicalonkan jadi ketua IKM, sarannya fokus saja belajar.

Suatu sore aku mengunjungi saudara perempuan Abak ( Ayah), ia berdomisili di Kota Pariaman juga. Aku memanggilnya Etek Kambang dan kebetulan suami Etek juga "dosen terbang" di kampusku. Etek juga adik kandung  Pak Mus. Di rumahnya, aku di beri motivasi oleh suami Etek Kambang untuk ikut berkompetisi pada pemilihan ketua IKM.  Alasannya sederhana, agar aku tahan banting di kemudian hari. Maka kesempatan bagus belajar organisasi di saat sedang jadi mahasiswa. Jangan takut salah, jangan ragu dengan kemampuan yang dimiliki. Sarannya, kepadaku. Pemikiranku yang sempit sebelumnya, sedikit lapang oleh saran bapak, suami Etek.

Sudah satu tahun dilewati belajar di kampus tercinta, dan pernah satu kali praktek Klinik Keperawatan di Rumah Sakit, satu hal yang jadi perhatianku. Mahasiswa Perawat tidak antusias berorganisasi, termasuk aku saat itu. Mahasiswa perawat di Akper fokus belajar dan praktek. Porsi aktif di organisasi itu sangat kecil, mungkin karena jadwal yang terlalu padat. Bahkan, bulan puasa mahasiswa masih belajar dan praktek, sedangkan mahasiswa lain telah libur.

Tidak terlatihnya mahasiswa Perawat berorganisasi di Akademi Keperawatan, menurutku itu salah satu faktor perawat tamatan diploma 3, tidak berambisi jadi pemimpin. Dan, kurang pengetahuan cara memimpin jika pun di beri amanah sebagai pimpinan.(*8)

Salam, Anton wijaya. 22 September 2015, Payakumbuh- Sumatera Barat. Postingan berlanjut dengan kategori tulisan "Catatan Perawat.